MEREKA TAK BUTUH PANGLIMA TAPI MEREKA MAU PEMIMPIN

Journey to Aceh (2): Cuaca pagi itu sangat mendung, aku yang merasa ingin mengelilingi kampung Kenawat Lut yang pernah mendapat julukan dan mendapat piagam penghargaan sebagai Desa terbersih seluruh Indonesia dimasa Ayah saya alm Tgk Aman Firdaus itu kelihatan sepi.
Suasa kampung Kenawat

Seperti biasa setiap tahun dibulan May dan Juni adalah masa panen kopi di kampung kenawat dan di Takengon umumnya. Sayapun melangkahkan kaki keluar dari rumah dan ingin menuju ke menasah dekat rumah saya.

Ketika saya hendak membeli rokok di sebuah warung kecil, saya melihat seorang eks Kombatan yang sedang duduk termenung sambil menghisap rokok dengan nikmatnya.

Dia adalah Yusman salah sorang dari sekian banyak eks kombatan yang berada dikampung Kenawat itu yang sampai sekarang sudah 10 tahun perdamaianan belum pernah merasakan nikmatnya damai Aceh.

Sayapun mendekat dan bertanya kabar. Seperti biasa dia dengan muka dan senyuman yang ramah selalu menyambut salam saya dengan gembira.


Kamipun sempat duduk bersama dan bicara masalah masa depan Aceh dan perdamaian yang sudah 10 tahun, tapu belum nampak kepada rakyat kecil makna dari perdamaian itu.
Yusman dan saya


Tentu saja dia bersyukur, rakyat bisa ke kebun dan bersawah tanpa merasa was was dan merasa dipaksa agar pulang sebelum azan zuhur berkumandang, anak sekolah tak merasa takut lagi disuruh Push Up atau merangkak di kerikil kalau pergi dan pulang sekolah.

Tapi apakah hanya itu hasil dari perdaiaman ini, katanya dengan mata yang kosong memandang kebawah sambil mengisap rokoknya yang tinggal separuh dan tinggal satu batang lagi di dalam bungkusnya.

Saya hanay diam dan mendengar keluh kesah yang dikularkan dari hatinya yang dalam, sebab saya sendiripun tak mau ikut dalam arus sedih yang memang begitulah kenyataannya.

Setelah saya memberi sedikit semangat padanya dan berharap agar dia bisa sabar dan harus menjaga marwah sebagai eks TNA dia juga harus banyak belajar dari apa yang telah dialaminya setelah turun gunung.

Kemudian saya ingin mengetahui dimana dia tinggal dan bagaimana keadaan rumahnya, dia tersenyum dan bertanya ”benar abang mau datang dan lihat rumah saya”, saya terharu ketika pertanyaan itu dilontarkan kepada saya.

Junaidi eks Kombatan dan eks Nusa Kambangan
Sayapun heran kenapa dia bertanya seperti itu kepada saya, dengan sepontan saya menjawab ”ya, kenapa tidak” dan saya balik tanya ke Yusman ”kenapa kamu bertanya begitu kepada Abang”, dia menjawab dengan tulus ”selama kami turun gunung, tak ada pemimpin kami yang mau melihat dimana kami tinggal dan bertanya bagaimana keadaan kami Bang”, sayapun gak bisa menjawab apa apa, karena 4 kali saya pulang ke kampung itu, saya tak pernah absen untuk mengunjungi mereka dan bertanya kabar dan ngobrol sama mereka. Waktu saya pulang tahun kemaren Yusman masih tinggal sama ibunya.

Sayapun di ajak Yusman menuju rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari kampung itu, rumahnya berada didekat kebun kepunyaan bibik saya.

Jalan Menuju rumah Yusman
Dalam perjalanan menuju rumahnya, kami bertemu dengan Junaidi, Junaidi adalah eks Kombatan yang pernah ditahan di Nusa Kambangan. Jalan menuju rumahnya agak sukar sedikit karena kampung Kenawat baru saja diguyur hujan lebat, jadi air yang tak sanggup ditampung oleh sungai menuju rumahnya digenangi air, terpaksalah saya melepas sepatu untuk meneruskan perjalanan kerumah Yusman.

Sesampainya dirumahnya di menunjukkan rumah kecil mungil yang berukuran 3x2 itu dari luar, saya tak bisa berkata apa apa waktu dia menunjukkn rumah kecilnya itu. Dirumah itu dia tinggal dengan istrinya.

Sayapun dipersilakan masuk dan diperkenankan untuk melihat lihat suasana didalam rumah itu, aku melihat rumah itu hanya ada kamar tidur satu yang terbuat dari triplek ditutupi dengan plastik warna merah jambu dengan bordir berbunga bunga dan kamar itu berukuran 2x2.

Dia mempersilakan saya duduk dan sambil membuat kopi tubruk dengan bangganya dia menceritakan pada saya, kalau rumah itu adalah hasil jerih payahnya sendiri. Saya juga menunjukkan rasa bangga saya pada dia, dan memberikan semangat kepada dia agar bersyukur kepada Allah, sebab sudah diberikan rezeki bisa membuat rumah walau sebesar kadang ayam.

Suasana dari luar rumah Yusman
Kemudian sambil ngopi kami bertiga cerita cerita tentang Panglima, karena jalan meuju rumahnya harus melewati rumah Eks Panglima GAM, dan rumah Panglima itu memang jauh lebih lumayan besar dan bagus dibanding dengan rumah Yusman yang hanya berukuran 3x2.

Saya sendiri jarang melihat Panglima itu berada di kampung Kenawat, dan kalau jumpapun paling salaman dan bertutursapa sebentar, karena terus terang saya sendiri malas ngobrol lama lama dengan kebanyakan Panglima Panglima GAM ini.

Kembali ke cerita Yusman, dia dan Junaidi menyampaikan isi hati mereka kepada saya tentang perangai para Panglima dan akok akok GAM yang ada di Aceh tengah khusnya, mulai dari Pangda sampai ke Pangwil dan termasuk akok akok yang pernah berada di Luar negeri dan kini sudah berdomilisi di Aceh tengah.

Saya hanya mendengar dan menyimak keluhan mereka dengan baik. Dari apa yang saya dengar dari mereka, saya mengambil kesimpulan, bahwa:

Eks Kombatan ini tidak butuh Panglima, tapi mereka butuh pemimpin, dimana seorang pemimpin yang bisa membimbing dan mengayomi mereka, menunjukkan mereka jalan yang baik, lurus dan benar, mengajari mereka ilmu yg bermanfaat dan mau datang dan bertanya kabar mereka, walau hanya sebentar. 

Suasana dalam dapur bersebelahan dengan kamar tidur
Bukan seorang Panglima yang hanya tau buat perintah dikala dibutuhkan dan kemudian dilupkan setelah kebuthan tidak diperlukan lagi, bukan seorang panglima yang mencatat semua nama eks kombatan dan kemudian mencari uang dari nama mereka itu tanpa sedikitpun uang itu diberikan kepada nama yg bersangkutan, bukan seorang panglima yang hanya tau enak sendiri, embangun rumah sendiri dan punya banyak istri.

Seperti yang kita banyak tau, bahwa kebanyakan dari mereka ini dulu waktu masuk menjadi TNA, umur rata rata masih belasan tahun, kemudian setelah turun gunung mereka sudah dewasa. Jadi wajarlah mereka beringas dan mudah bengis, karena di hutan kehidupan mereka memang sangat menantang dan sangat menderita. Sebab itulah mereka ini perlum bimbingan yang baik, agar mereka tidak jadi kayak harimau buas. 

Yusman dan Junaidi bertanya kepada saya, apa pungsi Panglima setelah perdamaian, karena menurut mereka, setelah pedamaian, kebanyakan dari Panglima ini hanya menyusahkan pasukan, bukannya memberi kenyamanan atau protection terhadap kombatan yang dulunya berani menggadaikan nyawa dibawah kepemimpinan Panglima tersebut.

Yusman sedang buat kopi tubruk
Saya hanya menjelaskan seperti yang saya tau, sepengetahuan saya. ”Setelah kita menyetujui berdamian dengan RI dan mau menandatangani MoU dengan mereka, maka semua Panglima itu sudah menjadi ”EKS” seperti kalian juga, ”eks Kombatan”, Karena jelas dalam MoU, TNA itu dibubarkan. Jadi kalau sudah dibubarkan berarti seorang Panglimanyapun sudah jadi ”EKS Panglima” dia tidak berhak lagi memerintah kalian seperti dulu waktu dia belum jadi ”EKS”,” kata saya. Agak rumit juga menerangkan masalah ini kepada mereka, tapi dengan kesabaran, alhamdulillah mereka bisa menerima apa yang saya terangkan. 

Selama ini rupanya tak ada penerangan yang jelas tentang kedudukan Panglima GAM setelah GAM menandatangani MoU perdamaian dengan RI. 

Banyak sekali pertanyan pertanyaan yang dilontarkan kepada saya, seperti: Mereka menanyakan keberadaan GAM dan apa itu KPA dan banyak lagi pertanyaan yang memang harus kita jelaskan dengan sabar.

Akhir dari pertemuan itu, saya hanya bisa berharap mereka tau setidak tidaknya mendapat gambaran tentang apa yg sudah saya jelaskan. By Team Beranda Aceh

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال