Beranda Aceh Journey to Aceh - Pagi itu
cuaca sangat cerah dan panas di kota madani Banda Aceh, saya bersama
Ligadinsyah menuju kerumah Tgk Agam, karena sudah janji bawa pagi jumat
berangkat ke takengon, sebenarnya tujuan Tgk Agam ke Takengon selain ngantarin
saya, beliau mau main main sambil siltaurrahmi dengan saudara di sana. Setelah semuanya
siap maka dengan dua mobil kami meluncur menuju Takengon, ada 7 orang bersama
kita waktu itu. Sempat berhenti di Sigli untuk sarapan pagi.
Seperti
biasa, Tgk Agam tak mau pilih warung yang tertentu, maka kamipun duduk di luar warung
yang berdekatan dengan pinggir jalan. Banyak yang melirik ke arah Tgk Agam dan
memberikan salam serta masih ada yang manggil dengan sebutan “Pak Gubernur hoe
keuneuk djak” (Pak Gubernur mau kemana), tapi TgK Agam menyikapi sapaan itu dengan senyum dan membalah
dengan kata “Lon kon Gubernurle hai” (saya bukan Gubernur lagi).
Setelah makan
nasi guri ala kadar maka kamipun meluncur lagi ke arah Bireuen. Sebelum melanjutkan
perjalanan ke desntenasi berikutnya, kami menyempatkan diri untuk bersilaturrahmi
ke Dayah Abu Kuta Krueng.
Sebelum kami kesana sempat minum kopi di warung yang dekat
dengan pom bensin. Saya suka warung itu, karena kuenya enak enak. Setelah kami
di mendapat info bahwa abu ada ditempat maka kamipun meluncur ke Dayah Abu.
Disana kami disambut oleh murid abu dan dipersilakan menuju rung dimana para tamu biasa di sambut oleh Abu Kuta Krueng.
Disana kami disambut oleh murid abu dan dipersilakan menuju rung dimana para tamu biasa di sambut oleh Abu Kuta Krueng.
Tak lama setelah kami tunggu maka Abu datang, kebetulah hari itu Abu banyak kls yang harus diselesaikan. Walau begitu Abu masih menyempatkan
diri bertemu dengan kita.
Setelah bersalaman kamipun dipersilakan duduk oleh Abu, dan
disitu saya bisa melihatan betapa dekatnya Abu dengan TgK Agam, walau Abu tak
banyak bicara, tapi semua pertanyaan yang dilemparkan oleh TgK Agam dijawab
dengan tegas dan ada refrensinya.
Karena ada pertanyaan TgK agam yang mungkin agak susah di
laksanakan di Aceh kalau Ulama tak meundukung, seperti diberlakukan hukum
Qisas. Abu menjelaskan cara dan bagaimana yg seharusnya dilakukan dalam negeri
seperti Aceh. Menarik juga mendengar keterangan Abu, saya kebetulan duduk
disebelah kiri Abu dan Tgk Agam duduk disebelah kanan Abu, jadi saya bisa
mendengar dengan jelas dan terang keterangan abu tentang masalah itu.
Banyak lagi pertanyaan Tgk Agam yang saya rasa tak usah kita
beberkan disini, karena pertanyaan itu sepertinya Tgk Agam siapkan untuk nanti
kalau beliau dipercaya untuk kembali menjadi teraju di Aceh.
Tidak lama kami disana sebab mengejar jumat di Bireuen. Setelah
ngobrol, minum teh dan makan kue yang disediakan kamipun berangkat lagi menuju
destinasi berikutnya yaitu rumah Tu Min.
Keliahatan ramai sekali orang dirumah Tu Min, selain hari
Jumat memang selalu rumah Tu Min ramai begitu, kata salah seorang yang saya
sempat tanya. Kami terpaksa nunggu di luar, sebab Tu Min masih dalam kls bersama
murid murid beliau, setelah 20 menit kami menunggu diluar rumah maka kamipun dipersilakan
masuk, sembari menunggu masuk saya melihat
lihat disekitar rumah Tu Min, banyak tanaman yang mnarik disana, salah satunya
pohon buah pala yang baru pertama sekali saya lihat, dan kebetulan mangga di
depan rumah Tu Min sedang berbuah, maka sayapun minta satu untuk saya makan,
saya memang suka mangga muda.
Tu Min dengan Tgk Agam sepertinya sudah tak asing lagi,
karena cara mereka bicara saya perhatikan tidaklah seperti orang lain kalau
bicara dengan Tu, Irwandi lebih leluasa kalau bicara dengan Tu, dan Tu juga
kelihatan lebih rileks dan kelihatan menganggap Tgk Agam seperti teman. Disitu Tgk Agam bicara masalah keadaan semana dengan Tu Min,
tak ada bersangkutan dengan hukum atau mencalonkan diri lagi untuk 2017.
Cuma yang saya dengar dan sangat berkesan dari kata Tu Min
adalah ”MEUNJOE KALINJOE HANA TA PEUSEULAMAT, MAKA GEUTANJOE ACEH BIET BIET AKAN
RUSAK”, (kalau kali ini tidak kita selamatkan, maka kita Aceh akan benar benar susah). Entah apa maksud Tu Min dengan kata kata itu, saya hanya bisa berharap, apa
yang dikatakan oleh Tu itu tidak terjadi, karena kita masih sayang akan Aceh.
Banyak juga pembicaraan Tgk Agam bersama Tu Min dan banyak
pesan Tu Min kepada Tgk Agam yang saya tak kuasa menulis disini.
Setelah bicara panjang lebar, kamipun dipersilakan makan
sebelum meninggalkan rumah Tu Min, kebetulan Tu juga belum makan, saya gak tau
waktu itu makan siang atau makan apa, yang jelas makan sebelum sholat jumat.
Maka kamipun duduk bersama Tu, saya duduk disebelah kiri Tu
dan Tgk Agam duduk berdampingan dengan saya di sebelah kiri Tu Min, ada seorang
Dai di sebelah kana Tu Min yang datang bersilaturrahmi dengan Tu, sayangnya saya lupa namnya. saya
sebut nama dia karena saya melihatand ia ambil piiring Tu Min yang masih ada
sisa nasi dan ikan dan dia makan sisa makanan Tu Min.
Jadi teringat saya akan
alm Tgk Hasab di Tiro, ketika saya makan semeja bersama beliau di rumah beliau
di Sweden, saya ditawarkan makan makanan sisa dan minuman sisa beliau. ”Padjoh
njoe, lon hana abeh” itulah kata kata beliau kepada saya waktu itu. Kemudian Alm
menyodorkan piring dan gelasnya kepada saya. Mungkin saya adalah orang satu
satunya yang pernah makan sisa makanan dan minuman alm. Ketika itu ada Muzakir
Hamid disitu sedang menunggu alm selesai makan. Kelihatan dari muka Muzakir
kalau dia tak pernah ditawarkan sama alm untuk makan sisa makanannya . ”SEMOGA
ALLAH MELUASKAN KUBUR Alm Tgk Hasan di Tiro”.
Ok, kemabali ke cerita kita, setelah selesai makan, maka
kamipun pamitan, karena harus mengejar jumatan. Sebelum sholat jumat kami singgah dulu di rumah
ibu Tgk Agam dan makan siang disana.
Setelah
jumatan dan makan siang di rumah Ibu Tgk Agam, kampun melanjutkan perjalanan
menuju kota dingin Takengon.
Sesampainya
di Bener Meriah kami di didahului oleh sebuah mobil yang rupanya ingin duluan
jadi guide, saya memastikan hal itu kepada Liga yang ada dibelakang dengan
mobil yang lain. “Itu anggota kita” kata liga.
Sesampainya di Kota Takengon, kami langsung menuju Kenawat
kampung saya. Tgk Agam baru pertama kali datang ke kampung yang terkenal basis
GAM itu, disana Tgk Agam bisa meliahat betapa orang Kenawat itu tak pernah
takut dengan apa yang namnya bertempur. Baik perempuannya dan lelakinya.
Setelah bersilaturrahmi dirumah saya, maka Tgk Agam dan saya beserta rombongan menuju Hotel yang berada dekat belang kolak. Disana Tgk Agam mulai merasa kedinginan karena lupa bawa jaket. Waktu itu sudah banyak yang datang dan kedatangan Tgk Agam ke Takengon sengaja tidak kita kabarkan, karena saya juga mau melihat bagaimana sikap orang sana kepada Tgk Agam.
Sepeti biasa,
Tgk Agam masih favorit disana, malam itu sempat Bupati Ateh Tengah datang ke
Hotel dan ngobrol bersama Tgk Agam. Malampun tak terasa, maka Nasarudin pamitan
dan mengundang kami sarapan pagi bersama beliau di Pendopo.
Saya juga
bersama rombongan pergi meninggalkan Hotel untuk istirahat, disamping Tgk Agam
juga perlu istirahat setelah menumpuh perjalanan yang agak jauh. (Bersambung) by Team BA
Tags
Aceh