Bermaaf maafpanlah Kadjeut pijoh peutheuen ego

BERANDA ACEH - “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak berprasangka. Sebab, sebagian prasangka adalah dosa. Dan janganlah kalian memata-matai (mengorek informasi).” (Qs. al-Hujurât [49]: 12).

Sikap saling curiga di antara sesama Aceh sebenranya sudah ditanamkan oleh penjajah Belanda, karena dengan cara ini saja Bangsa Aceh akan mudah dikalahkan, dan hal ini telah menjebak kita rakyat Aceh lebih seabad, karena itu kita telah terbiasa hidup dalam dunia saling mendengki dan berprasangka buruk lalu memata-matai antara satu dengan yang lainnya.

 Kita mulai saling menjegal antara saudara yang satu dengan saudara yang lain. Kita tidak lagi meneliti dengan seksama isyu-isyu yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang memancing di air keruh sehingga kita dengan mudah saling mencurigai dan saling memata matai, saling curiga, saling menghujat, saling mendengki bahkan saling bunuh membunuh seperti pada kasus yang terjadi belum lama ini. Hal itu terjadi hanya disebabkan beda pandangan dan beda presepsi dalam berpolitik. 

Bagi orang yang bisa memanfaatkan  kesempatan ini, akan menggunakan kelemahan yang ada pada kita untuk saling berbunuh bunuhan dan sehingga pecah belahlah persatuan kita.

Sikap orang yang terkena penyakit curiga ini merupakan akumulasi dari berbagai pemikiran yang ada di benaknya, sementara masalah kehidupan begitu kuat mendera mereka tapi tak bisa menyelesaikannya, dan tekanan itu semakin kuat seiring dengan berjalannya waktu, lalu menumbuhkan sikap gegabah ketika menghadapi masalah yang bersentuhan dengan masalah sensitif yang mengancam kehidupannya.

Sikap saling curiga yang berlebihan ini jelas akan semakin memantapkan posisi masyarakat kearah yang amburadul. Antara individu satu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat mulai membentengi diri dan mengklaim sebagai yang paling benar, tanpa memberikan kesempatan ruang gerak bagi orang lain untuk menjelaskan setiap persoalan. Sehingga pada gilirannya tumbuh sebuah masyarakat brutal yang menerapkan pola hidup siapa yang kuat, itulah yang akan menang. Bukan lagi siapa yang benar dialah pemenangnya. Ironi memang.

Dan ternyata sikap saling curiga ini bukan saja ada dalam tataran antara individu-individu dalam sebuah masyarakat, tetapi sudah merambah dan mencipatakan kondisi saling curiga antara penguasa dengan rakyatnya sendiri. Bahkan tak mustahil saling menghujat, saling menuding dan saling menyalahkan. Jelas ini kondisi yang jelek bila terus dipelihara.

Orang kita Aceh bukanlah tidak tau apa kata Alquran dalam hal saling mencurigai ini, salah satu ayat dalam Alquran yang melarang akan saling mencurigai adalah   ayat Al-Hujuraat 49:12

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang"

Selain itu ada juga Hadis dari Rasulullah yang telah bersabda:

“Hati-hatilah kalian terhadap prasangka. Sebab, prasangka itu adalah kata-kata yang paling dusta. Dan janganlah kalian melakukan ‘tajassus’, ‘tahasus’, dan janganlah kalian saling mendengki, saling mengorek, dan saling bermusuh-musuhan. Jadilah hamba-hamba Allah itu sebagai saudara.” [HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah].

Namun, amat disayangkan, bahwa kenyataan yang harus kita hadapi adalah bertemunya dua kekuatan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain dan kelompok penguasa show of force dengan rakyatnya sendiri. Saling memekatkan perasaan curiga.

Kondisi masyarakat yang boleh dikatakan amburadul ini tentu bukan hanya untuk dijadikan bahan obrolan di warung-warung kopi tanpa ada penyelasaiannya. Sebagai seorang muslim tentu saja kita harus mulai menyadari bahwa kondisi seperti itu pada akhirnya jelas akan semakin menumbuhkan sikap saling tidak percaya di antara masyarakat termasuk dengan penguasa. Dan konsekwensi dari masalah ini adalah, kehancuran bagi sebuah bangsa itu sendiri.

sebab itu, marilah kita saling berbaik baikan dan saling memaafkan, tak ada gunya kita dendam, karena dendam adalah perangai syaitan. Ada dua Hadist tentang memaafkan ini yang bisa kita jadikan panduan.

“Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan sifat memaafkan kecuali kemuliaan, serta tidaklah seorang hamba merendahkan diri karena Allah melainkan Allah meninggikan darjatnya.” (Hadis Riwayat Muslim)
“Orang yang paling sabar diantara kamu ialah orang yang memaafkan kesalahan orang lain padahal dia berkuasa untuk membalasnya.” (Hadis Riwayat Ibnu Abiduyya dan Baihaqi).
Editor Team Beranda Aceh

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال