DPRA Troh Bak luwe dalam suah pake dana aspirasi

Beranda Aceh - "Kalau bantuan pengadaan celana dalam pria dan wanita sudah masuk dalam hibah atau pun bansos aspirasi dewan Aceh, ini sudah keterlaluan. Perlu dicari tahu siapa oknum anggota legislatif itu. Peumale bansa!"

Terkejut, itulah ekspresi jiwa saya saat membaca berita di Serambi Indonesia yang mengupas soal aspirasi dewan yang duduk di DPRA. Betapa tidak, kali ini, oknum wakil rakyat, memasukkan keranda, daster sampai pengadaan celana dalam bagi pria dan wanita Aceh. Ini aneh bin ajaib, ternyata –merujuk pada aspirasi tersebut- masih ada rakyat di negeri ini yang sempaknya saja harus disediakan oleh pemerintah. Luar biasa!

Saya penasaran siapa oknum dewan dan darimana pula asal daerah pemilihannya? Selain menggelitik, saya kira, kita semua perlu tahu lebih dalam daerah yang diwakilinya itu. Bersebab ada dua hal. Pertama, masyarakat di sana sudah terlalu manja. Ataukah mereka terlalu miskin, sehingga pakaian penutup barang paling pribadi sekalipun harus disediakan oleh pemerintah –dalam hal ini anggota dewan yang mewakili mereka-.

Sebagai fakta, baiklah saya mengutip sedikit berita yang tayang di lama Serambi Indonesia tersebut.

Masih dalam usulan program aspirasi DPRA, ada juga program pengadaan kain sarung, baju koko, mukena, daster, pakaian dalam pria dan wanita. Program dan kegiatan aspirasi itu dititipkan pada dinas teknis yang biasa mengadakan jenis barang tersebut. “Lazimnya, usulan pengadaan jenis barang itu dilakukan Dinas Sosial untuk persiapan bencana alam, bukan usulan aspirasi anggota DPRA,” tambah sumber itu.

(Sumber: http://aceh.tribunnews.com/2015/01/31/aspirasi-dewan-terserah-mendagri?page=2)

Tapi bila melihat seringnya anggota dewan Aceh berperilaku aneh, saya membuang rasa curiga saya yang bahwa keinginan menyediakan kolor (siluweu dalam-pen) berasal dari bawah. Itu bukan keinginan rakyat. Tapi murni program gila yang diluncurkan oleh si oknum dewan.

Bisa jadi program itu muncul karena kebahlulan otaknya yang memang tumpul, atau pula program mepet karena tidak sempat menyiapkannya  pada waktu yang lain. Atau pula, karena ada satu dua orang yang meminta uang kepadanya untuk membeli celana dalam, maka keluarlah inspirasi program hibah atau bansos celana dalam (under wear).

Saya kira, untuk program seperti ini, tak perlulah Mendagri yang mencoretnya. Gubernur dengan haknya bisa menolak program gila yang tidak berkelas tersebut. Jangan tunggu Jakarta yang menolaknya. Karena hal itu bisa membuat malu seluruh bangsa Aceh yang mengaku sebagai bansa teuleubeh ateuh rung donya.

Akhirnya, sebagai rakyat, kita harus (kembali) mengakui bahwa masih ada orang-orang yang terpilih sebagai wakil rakyat, ternyata tidak punya otak yang cukup untuk berpikir maju dan cerdas. Kebodohan –yang kita sebut kepolosan- telah berkali-kali (bahkan kerap kali) menghasilkan kebijakan dan program gila yang ujung-ujungnya membuat malu tujuh turunan. [By muhajir juli ]

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال