Aceh terus terhina walau karena plat mobil

BERANDA ACEH -  Menjadi Aceh adalah sebuah petaka. Karena negeri ini sudah sedemikian parah kehilangan marwah. Bukan saja tidak dihargai secara politik, tapi dihina pula dalam pergaulan sosial jalan raya. Entah mengapa?

Beberapa waktu yang lalu, kami berangkat ke Sumatera Utara untuk menjemput ibu di Bandara. Kami lolos di perbatasan Tamiang. Akan tetapi begitu memasuki Kota Medan para bajingan yang memakai mobil polisi dan berseragam keparat hukum menghentikan mobil Avanza yang kami tumpangi.

Kami diperiksa seperti teroris. Mereka memerkarakan jumlah penumpang dan kehadiran bantal di dalam mobil. Keparat bersegaram coklat itu juga memeriksa setiap detail kelengkapan mobil. Mereka sempat saling berbisik karena gagal menemukan sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk memeras kami.

Kemudian kami kembali diperiksa. Suasana sudah tidak nyaman lagi. Saya mulai marah. Namun emosi saya tidak jadi memuncak, karena abang kandung saya yang berbadan gagah, ternyata tidak punya cukup nyali untuk berperkara.

Akhirnya kami berhasil diperas. Karena dalam kotak P3K mobil yang kami rental, tidak ada obat merah.

“Sudah berikan saja uangnya,” Ujar abang penulis.

“Ah kau bang. Model gini yang buat kita tidak dihargai keparat itu,” Kata saya dihadapan mereka.

“Jangan buat perkara di negeri orang,” Timpalnya pula dengan muka marah. Saya mengalah.

Plat BL, itulah mengapa kami diberhentikan oleh keparat polisi Sumatera Utara. Saya tidak lagi menyebut oknum, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa rakyat Aceh yang ber pelat BL pasti menjadi sasaran aksi nakal para bajingan itu.

Mulai Dari Rakyat Sampai Pejabat

Pemerasan terhadap pemilik kendaraan yang bernomor polisi BL nyaris setiap hari terjadi. Bahkan dari sopir truk sampai pejabat Aceh kena “tilang” polisi jahannam. Sejauh ini tidak ada aksi nyata dari Pemerintah Aceh dan Kepolisian Aceh. Seolah-olah, pemeraan tersebut sudah benar dan tidak melanggar aturan.

Sehebat-hebatnya penguasa di Aceh, hanya mampu menghimbau agar Polda Sumut “berbaik” hati dan meniadakan penjajahan terhadap orang Aceh. Selebihnya hanya bisa bertawakal kepada Ilahi. Sudah sedemikian parahkah kita (Aceh) kehilangan harga diri?

Lalu dimana letak wibawa self goverment yang selama ini di agung-agungkan oleh para penguaa Aceh? Dimana letak wibawa kaum yang mengakui dirinya sebagai bangsa teuleubeh ateuh rueng donya?
Wahai GubernurAceh Zaini Abdullah!

wahai wakil GubernurAceh Muzakir Manaf!

Wahai Kapolda Aceh Husein Hamidi!

Wahai anggota DPRA yang mengakui diri sebagai penyambung lidah rakyat!

Bila kalian benar-benar putra Aceh. Bila kalian benar-benar punya darah Aceh. Bila kalian benar-benar cinta pada Aceh. Bila kalian benar-benar bukan keturunan lamiet Belanda kubah

Ayo! hantam kepala bajingan Sumatera Utara yang begitu pongah menghina rakyatmu yang mengendarai kendaran berplat BL.

BL bukan sebuah nista. BL adalah identitas kita –walau warisan kafir belanda- sudah, berhenti saja bualan akan memajukan bangsa. Stop saja khayal untuk menjaga kami dari kekejaman musuh-musuh kalian. Bila marwah Aceh saja belum bisa kalian bela, maka pada suatu ketika BH adalah hadiah yang pantas untuk kalian pakai. [MDJ]
Previous Post Next Post

نموذج الاتصال