BERANDA ACEH - Laporan dari Serambi Indonesia di rubrik opini Tgk Nasruddin Ahmad , beliau adalah salah
seorang senior GAM dan team runding GAM
pada masa COHA disambut dengan kommentar
hangat dan fositiv oleh warga dunia maya
ataupun di warung2 kopi. Di kampung dan di kota. BegItulah realitasnya yang terjadi diaceh pada saat ini,
Kalau terus menerus keadaan Aceh seperti sekarang ini, tanpa
ada niat untuk memperbaikinya, maka Aceh akan bertambah amburadol dari segala segi, contoh yang paling ketara
adalah hingga saat ini masih banyak eks kombatan TNA dan panglima panglima GAM yang masih hidup
dalam keadaan yang sangat memperihatinkan, tidak kurang diantara mereka seperti
orang ”geumadèe” demi menyara kehidupan sehari hari. Seharusnya hal ini tidak
lagi terjadi setelah penandatanganan perjanjian antara GAM dan RI 10 tahun yang
lalu.
Selain itu banyak lagi korban DOM yang masih tak terkira
banyaknya yang tak dapat mennerima apa-apa setelah adanya janji –janji bahwa
mereka akan memenerima keadilan dan bantuan dari berbagai pihak.
Kini MoU antara GAM dan RI sudah mencapai usia 10 tahun,
tapi masih banyak dari kalangan GAM dan eks kombatan atau rakyat Aceh yang
tidak tau menterjemahkan perdamaian itu kedalam alam nyata, karena apa yang mereka
rasakan hanyalah kesengsaraan yang berkelanjutan. Walaupun pada hakikatnya ada
diantara GAM dan eks Kombatan yang hidupnya SANGAT MEWAH.
Memang untuk mencerna makna perubahan dari parang bersenjata
ke perang urat saraf - prang politik bukanlah hal yang mudah, karena
ini memerlukan skill dan ilmu pengetahuan yang sangat berbeda dengan perang
bersenjata. Kesannya di hadapan publik
bahwa GAM gagal dalam perang urat syaraf/politik
ini. Sebab utamnya adalah seperti yang Tgk Nas bilang ”GEUTANJOE KA TA POH MA
TEUH”. Dalam pendapat lain GAM bukan saja telah membunuh ibunya sendiri, tapi ”TAKU
YAH YAH KA DIKOH”, hal ini bisa kita lihat dari kerahiban GAM di Aceh, padahal
waktu masih ada pemerhati perdamaian di Aceh, GAM masih eksis dan masih punya
kantor di beberapa daerah di Aceh.
GAM telah gagal mempertahankan ke eksissan mereka, entah apa
sebabnya, hanya mereka sajalah yang tau. Padahal dalam urusan Aceh GAM lah yang
seharusnya berada di front line untuk berhadapan dengan Jakarta dalam hal UUPA
yang sampai sekarang masih tak sesuai dengan isi MoU. Kelihatannya GAM menerima
apa adanya, ”TJOK ATRA JANG KANA DILÈE”, padahal sudah ditentukan dalam MoU
bahwa UUPA itu haruslah sesuai dengan isi persepahaman yang telah
ditandatangani bersama.
Kini bisa kita rasakan, bahwa orang GAM itu sendiri sudah
mulai takut menyebut diri mereka GAM, padahalan secara hukum mereka tak perlu
takut mengaku member of GAM, karena tak
ada sepatah katapun dalam MoU menyebut bahwa GAM telah bubar.
Interpensinya para elit GAM kedalam system pemerintahan,
telah membuat oraganisasi yang sangat bertanggung jawab terhadap perdamaian
Aceh dan RI itu sirna dari permukaan Aceh. Hal ini bisa kita lihat dari tidak terurusnya
UUPA dan integrasi para TNA kedalam
masyarakat.
Seharusnya GAM tau
apa kewajiban mereka dalam keadaan seperti ini, bukannya mengejar pangkat dan jabatan,
tapi wajib bertanggung jawab untuk tercapainya perdamaianyan Aceh yang jujur
dan murni. Hal ini perlu keseriusan dari petinggi-petinggi (Tingkat Lambông) GAM untuk
menaggapi permasalahan Aceh, secara bersama-sama dan mareka harus memiliki rasa tanggujawab
dalam kontek mengawal dan meneruskan kerja atau tugas- tugas GAM yang sudah
tertunda ataupun yang sudah terkendala selama 10 tahun.
Sudah saatnya para Elit GAM untuk bersatu dalam saboh
barisan lagi. Apa yang telah dilakukan oleh Muallen Muzakir Manaf & Irwandi
Yusuf dalah contoh yang sangat bagus kepada akok- akok GAM yang lainnya. Bukan saja
atasan, tapi seluruh kerabat GAM harus kembali dalam satu barisan, demi menjaga
perdamaian yang suci ini.
Harapan rakyat Aceh
tidaklah banyak, buktikannlah kalau GAM
itu yang bertanggung jawab atas perdamaian yang telah ditandatangi.
Semoga nukilan ini bisa menjadi sedikit pencerahan kepada
semua. KITA KUAT KALAU
BERSATU, DAN KITA MAMPU KALAU KITA MAU.
Mari kita
eratkan tali persaudaraan kita sesama rakyat Aceh, jangan lagi kita mudah di
adu domba oleh orang orang yang memang tidak suka akan perdamaian Aceh. Mari
kita jadikan Ulama sebagai tonggak dan tempat kita merujuk untuk kebaikan. Jangan
membelakngi mereka para ulama, karena kalau kita sudah berpaling dari ulama,
maka murka yang kita dapat.
TEAM
BERANDA ACEH
Tags
Opini