Teuku Irwan Djohan HEBOH DANA DASTER DAN PAKAIAN DALAM

BERANDA ACEH - Pada tanggal 19 September 2014 lalu, saya pernah membuat sebuah status tentang seorang anggota DPRK Banda Aceh yang pada saat acara gladi resik pelantikan di gedung DPRK Banda Aceh membuang puntung rokoknya sembarangan... Menurut saya tindakan tersebut memalukan, dan patut untuk diketahui dan dikritik oleh publik.

Link ke status tersebut : Irwan Djohan


Lalu... Ada beberapa orang yang menulis komentar terhadap status itu, bahwa saya telah membuka aib lembaga DPRK yang terhormat, bahwa saya telah melecehkan anggota dewan yang terhormat... Begini bunyi salah satu komen tersebut :

"Malu dibaca sama orang luar Aceh kalau kita menjelek-jelekkan kawan kita sendiri. Lebih baik ditegur saja dia yang buat pelanggaran. Jangan sampai gosip di dunia maya segala."
Juga ada komen begini :

"Urusan dewan, kenapa rakyat harus tahu. Mestinya bau di dalam tidak tercium ke luar. Jaga keharmonisan. Bau di dalam jangan sampai rakyat tahu."

Bahkan... Ada juga yang sampai mengirim pesan inbox ke saya, yang secara khusus menasehati agar saya menjaga kehormatan lembaga dewan, dan menjaga kehormatan Aceh, jangan sampai hal-hal buruk diketahui oleh orang luar Aceh.

Saya menjawab... Biarlah publik mengetahui, lalu mengkritiknya... Agar yang bersangkutan malu, paham, dan tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Dan belum lama ini... Terjadi juga peristiwa memalukan yang dilakukan oleh anggota DPRK Pidie Jaya dan DPRK Banda Aceh... Kita mengetahuinya dari pemberitaan media... Lalu, apakah itu berarti media-media yang memberitakan kejadian tersebut telah membuka aib dan mempermalukan Aceh?
Nah... Lalu apa yang sedang heboh sekarang?

Headline (berita utama) di koran Serambi Indonesia, tanggal 27 September 2015 kemarin, berjudul seperti ini:

"DANA DASTER RP 24 M DIHAPUS"

Bagaimana tanggapan rakyat Aceh terhadap berita tersebut? Saya kurang tahu pasti, karena tidak bisa menanyakan kepada semua rakyat Aceh... Tapi yang pasti telah terjadi kehebohan di dunia maya, yang bisa kita lihat dari banyaknya Facebooker yang menulis status tentang hal itu, serta banyaknya yang meng-upload foto halaman depan koran tersebut disertai status-status yang menghujat, menertawakan, merendahkan, sampai melecehkan anggota dan lembaga DPRA.

Bagaimana pula dengan koran tersebut? Apakah bisa dianggap telah membuka aib lembaga DPRA? Sehingga sebagai orang Aceh kita harus merasa marah akibat telah dipermalukan?
Sahabat Facebook yang terhormat...

Sebagai anggota DPRA saya tidak merasa harus marah... Tapi, kalau merasa malu sudah pasti... smile emoticon-

Akan tetapi, ada beberapa poin yang ingin saya sampaikan kepada sahabat semuanya, yaitu :
(1) Di dunia media (jurnalistik) dikenal sebuah istilah, "Bad News is Good News", atau "Berita Buruk adalah Berita yang Bagus." ... Begitulah dunia pers, “Bad News” ibarat harta yang sangat bernilai, bisa mendongkrak rating, dan mempunyai nilai jual yang sangat tinggi... Jadi saya tidak heran, mengapa banyak media yang suka mengangkat berita seperti itu... Saya juga tidak sedikitpun menyalahkan media yang memuat berita begitu... Karena jika saya seorang boss media, saya pun akan mencari dan menjadikan berita-berita seperti itu sebagai headline... Hehehe smile emoticon
(2) Meskipun berita tentang APBA 2015 yang berisi pengadaan pakaian dalam itu telah mencoreng citra lembaga DPRA, bagi saya pribadi tidak menjadi masalah... Bahkan saya rasa memang perlu diberitakan, agar berita tersebut menjadi "berkah", yaitu menjadi pelajaran bagi semua pihak (khususnya anggota DPRA), sehingga kejadian yang sama tidak terulang lagi di tahun anggaran 2016 mendatang.

(3) Saya hanya sedikit menyayangkan... Mengapa media pada umumnya hanya suka membuat "bad news" sebagai headline? Bahkan cenderung hiperbola? ... Padahal ada begitu banyak "real good news" yang bisa dijadikan headline... Saya menaruh harapan, semoga media bisa objektif dan fair dalam menyajikan berita... Ada begitu banyak aktivitas positif anggota DPRA yang bisa disajikan kepada publik, seperti membela korban pelanggaran HAM, membela korban pencaplokan lahan, membela kaum buruh, membantu penderita penyakit tak tersembuhkan, membantu rakyat dhuafa yang tidak punya rumah, membela nelayan kecil dari kerakusan nelayan besar, mengawasi dan menegur perusahaan-perusahaan tambang yang merusak lingkungan, memperjuangkan anggaran untuk irigasi sehingga sawah rakyat tidak kekeringan, memperjuangkan terwujudnya semua turunan UUPA ke Pemerintah Pusat, sampai membantu kelompok seniman, budayawan, atlit, mahasiswa, dan sebagainya lewat anggaran pemerintah ataupun dana pribadi... Namun, mengapa semua hal-hal yang positif itu jarang sekali diberitakan? Dan kalaupun diberitakan tidak pernah menjadi headline.
(4) Saya juga menyayangkan... Mengapa mayoritas pengguna media sosial (medsos) hanya suka mengomentari berita-berita yang dinilai negatif saja? Sesuatu yang dianggap buruk saja? ... Sedangkan jika ada berita yang positif, sangat jarang yang memberi komentar, apalagi memberi apresiasi... Tetapi saya tidak heran, karena itulah bukti dari istilah "Bad News is Good News" smile emoticon.

(5) Bahwa seluruh program yang diusulkan oleh anggota DPRA untuk masuk ke dalam APBA, seharusnya merupakan program yang betul-betul berasal dari permintaan dan kebutuhan (aspirasi) rakyat... Jadi bukan berasal dari khayalan atau keinginan dari anggota DPRA... Karena tugas anggota dewan adalah "Memperjuangkan Aspirasi Rakyat", bukan "Memperjuangkan Dana Aspirasi" ... Nah, muncul pertanyaan di benak saya... Apakah munculnya program pengadaan pakaian dalam tersebut memang bersumber dari aspirasi rakyat? ... Atau ada anggota dewan yang sangat besar kepeduliannya kepada rakyat, sehingga mengusulkan program yang sesungguhnya tidak diminta oleh rakyat?

(6) Jujur... Bahwa saya tidak tahu pasti... Apakah memang ada anggota DPRA yang mengusulkan program aspirasi untuk pengadaan pakaian dalam yang menghebohkan itu... Tapi yang pasti, anggaran tersebut memang sudah tercantum di dalam APBA 2015, sehingga ditemukan oleh Kemendagri, lalu diminta untuk dihapuskan... Saat rapat evaluasi APBA di Jakarta, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri mengatakan, "luar biasa enaknya jadi rakyat Aceh, semua kebutuhannya sudah disediakan oleh Pemerintah Aceh, mulai dari bangun rumah, rehab meunasah, tempat wudhuk, kain sarung, baju koko, daster, mukena, jilbab, selimut, kolor, BH, sampai keranda mayat, tanah kuburan, pagar kuburan, dsb., cuma tinggal satu lagi yang belum disediakan oleh pemerintah, yaitu kain kafan." smile emoticon.

(7) Namun demikian... Untuk diketahui oleh sahabat Facebook semuanya... Beberapa "orang dalam" di DPRA menjelaskan, bahwa pihak yang mengusulkan anggaran serba busana (luar dalam) itu bertujuan untuk membantu masyarakat di saat terjadi bencana, terutama bencana banjir yang lazim terjadi di banyak kawasan di Aceh pada setiap musim hujan tiba... Pengadaan tersebut biasa diistilahkan "BUFFER STOCK" atau "INTERVENTION STORAGE"... Barang-barang tersebut disimpan di gudang, dan baru disalurkan ke masyarakat saat diperlukan... Ini juga biasa dilakukan dengan komoditas makanan pokok seperti beras, yang disimpan untuk disalurkan pada saat harga beras naik, atau saat terjadi gagal panen... Lembaga seperti BULOG melakukan "Operasi Pasar" dengan beras simpanan tersebut... Sedangkan untuk pakaian, biasa disimpan di gudang Dinas Sosial.
(8) Terlepas dari niat yang baik, yaitu menumpuk barang "buffer stock" yang pada saat diperlukan bisa dibagi-bagikan kepada rakyat, namun sebetulnya hal itu adalah tugas dari Dinas Sosial untuk mejamin ketersediaannya... Selain itu, sebuah pertanyaan yang sempat dilontarkan oleh pihak Kemendagri saat evaluasi APBA di Jakarta sangatlah sulit untuk dijawab... Pertanyaan itu adalah, "mau dikemanakan semua barang-barang itu kalau tidak terjadi bencana?"

(9) Dari total APBA yang senilai Rp 12,7 triliun, memang sangat wajar dikritisi besarnya persentase dana HIBAH & BANSOS yang mencapai 14,75% ... Sehingga berakibat pada belum tercukupinya anggaran untuk sektor wajib, yaitu sektor Pendidikan, yang menurut Undang-Undang harus mencapai minimal 20%, begitu juga anggaran untuk sektor wajib lainnya, seperti Belanja Modal (20-30%), Syariat Islam (5%), Pemberdayaan Ibu dan Anak (1%), Lingkungan Hidup (1%), dan Usaha Kecil Menengah (1%)... Namun demikian, saya berharap rakyat Aceh jangan cuma terfokus pada menyoroti besarnya dana HIBAH & BANSOS... Tapi coba selidiki dan kritisi, berapa besarnya anggaran belanja rutin untuk operasional pemerintahan, seperti biaya operasional kantor, alat tulis kantor (ATK), makan-minum, perjalanan dinas, perawatan kantor, perawatan kendaraan, uang lembur, tunjangan prestasi kerja (TPK), gaji honorer, dsb.

(10) Untuk sekadar diketahui... Belanja tidak langsung (belanja aparatur) Pemerintah Aceh per tahun saat ini, bisa mencapai tiga kali lipat total APBD provinsi-provinsi seperti Bengkulu, Jambi, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara dan Gorontalo... Untuk menjadi bahan renungan kita semua, bahwa total APBD Provinsi Gorontalo tahun 2015 hanyalah sebesar Rp 1,4 triliun... Tapi hebatnya, mereka bisa mengalokasikan 70% dari angka 1,4 triliun itu untuk belanja langsung (belanja publik)... Jadi, mohon maaf jika saya harus berkesimpulan, bahwa Aceh perlu belajar dari mereka.
http://humasprotokol.gorontaloprov.go.id/…/perda-apbd-goron…

Demikianlah sahabat Facebook semuanya, beberapa hal yang ingin saya sampaikan.
Aceh memang masih butuh perbaikan serius... Harus ada niat baik dari Pemerintah Aceh (baik eksekutif maupun legislatif) untuk melakukan perubahan... Kalau tidak, Aceh akan makin terpuruk... Di tengah tumpukan uang yang sangat besar, angka kemiskinan tidak menurun, mutu pendidikan terus merosot, industri tidak berkembang, investor pun tidak mau masuk... Ironis bukan?

Karena itu saya berharap... Untuk APBA tahun 2016 nanti akan terjadi perbaikan yang signifikan... Ego sektoral antara eksekutif dan legislatif dihilangkan... Kepala Pemerintahan di Aceh kembali harmonis... Pemerintahan Aceh bisa lebih ramping dan hemat... Pemerintah mau memahami kesulitan rakyat... Rakyat mau mengerti kondisi para penyelenggara pemerintahan... Dan yang terpenting, para pemuda sebagai generasi penerus bisa belajar dari kesalahan para pendahulunya, serta punya idealisme yang kuat, serta tekad bulat untuk melakukan perubahan!

Tapi untuk saat ini... Mohon maaf untuk para pemuda... Saya harus jujur, bahwa saya tidak terlalu optimis frown emoticon Saleum untuk seluruh rakyat Aceh yang saya hormati... Mohon dimaafkan jika ada kata-kata saya yang kurang berkenan di status ini. (TIJ)
Previous Post Next Post

نموذج الاتصال