Irwan Djohan evaluasi APBA 2015 bersama Kemendagri

Irwan Djohan
BERANDA ACEH - Alhamdulillah, Jumat siang tadi saya telah tiba kembali di Banda Aceh, setelah 2 hari 3 malam bersama tim DPRA dan Pemerintah Aceh berada di Jakarta untuk mengikuti kegiatan rapat evaluasi APBA 2015 bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dipimpin Dirjen Keuangan Daerah.

Saya yakin... Rakyat Aceh semua telah membaca berita-berita di media lokal yang menginformasikan hasil rapat evaluasi APBA tersebut... Hasilnya, memang banyak pos anggaran di APBA 2015 yang masih harus dirasionalisasi atau dikoreksi, supaya struktur APBA 2015 memenuhi amanat Undang-Undang, berimbang / proporsional, efisien, efektif, dan tidak rawan penyelewengan.

Beberapa informasi yang ingin saya sampaikan sebagai penegasan terhadap informasi yang sudah beredar, sekaligus sebagai tambahan informasi kepada rakyat Aceh terkait evaluasi APBA 2015 adalah sebagai berikut :

1) Persentase anggaran untuk sektor pendidikan, yang menurut kalkulasi Kemendagri baru mencapai 19,6%, harus dinaikkan menjadi (minimal) 20%.

2) Persentase anggaran untuk belanja modal yang berdampak pada penambahan aset Pemerintah Aceh, yang menurut kalkulasi Kemendagri baru mencapai 16%, harus ditingkatkan lagi secara signifikan hingga berada di kisaran 25% sampai 30%.

3) Persentase anggaran untuk tiga sektor yang masih di bawah 1% yaitu untuk sektor pemberdayaan perempuan dan anak, lingkungan hidup, serta UKM (Usaha Kecil Menengah) harus dinaikkan melebihi 1%.

4) Persentase anggaran yang dianggap tidak efisien atau cenderung bersifat pemborosan, seperti biaya perjalanan dinas, biaya makan-minum, biaya ATK, biaya rapat, biaya perawatan, dan sejenisnya, baik di eksekutif dan legislatif harus dikurangi.

5) Penyertaan modal kepada BUMA (Badan Usaha Milik Aceh), terutama kepada perusahaan-perusahaan yang selama ini merugi dan tidak memiliki prospek untuk menambah pemasukan bagi daerah, harus dihapuskan... Jika penyertaan modal tetap ingin diberikan, semua perusahaan tersebut harus diaudit dan dilakukan perbaikan manajemen terlebih dahulu.

6) ... 7) ... 8) ... Dst... Banyak sekali pos-pos anggaran yang harus dikoreksi lagi.
Namun... Yang menarik untuk diketahui bersama adalah pos anggaran untuk program HIBAH & BANSOS, yang menurut perhitungan Kemendagri mencapai 14,75% dari total APBA 2015, atau hampir mencapai Rp 1,8 triliun.

Jadi begini... Saya ingin memperjelas...


Secara sederhana, yang dimaksudkan HIBAH & BANSOS tersebut adalah pemberian barang atau jasa kepada pihak ketiga atau masyarakat... Pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak manapun yang bukan termasuk dalam struktur Pemerintah Provinsi Aceh, misalnya Pemerintah Kabupaten / Kota, Pemerintahan Desa (Gampong), lembaga, yayasan, organisasi swasta, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, sanggar, termasuk juga lembaga-lembaga vertikal yang ada di Aceh... Lembaga vertikal misalnya: KODAM Iskandar Muda, POLDA Aceh, Kejaksaan, Pengadilan, Universitas, termasuk juga lembaga seperti TVRI, KNPI, Badan Narkotika Nasional (BNN), dst.

Nah... Di Dalam APBA 2015 ternyata memang banyak sekali program kegiatan yang diberikan kepada pihak ketiga tersebut... Selain kepada Kejaksaan (renovasi gedung), Universitas (pengadaan sarana), TVRI Aceh (sewa satelit), BNN (pengadaan sarana), yayasan-yayasan dan organisasi masyarakat, dan sebagainya... Namun yang terbesar adalah program yang digolongkan HIBAH kepada Pemerintah Kabupaten / Kota dan pemerintahan gampong.

Pembangunan kantor keuchik, kuburan gampong, meunasah, sarana MCK, saluran air, jalan usaha tani, dan sebagainya yang dianggarkan untuk menambah atau meningkatkan sarana di gampong-gampong, juga digolongkan HIBAH.

Pembangunan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, saluran, dsb., yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten / Kota juga digolongkan HIBAH.

Pembangunan dan renovasi sarana pendidikan di kabupaten dan kota, seperti pagar sekolah, ruang kelas, termasuk pengadaan perabot sekolah, komputer, alat peraga pendidikan, dsb., juga digolongkan HIBAH... Karena sekolah-sekolah tersebut bukan aset Pemerintah Aceh, namun aset pemerintahan kabupaten dan kota... Begitu juga program untuk dayah, pesantren, PAUD, TK, dan sebagainya.
Anggaran-anggaran untuk lembaga vertikal seperti KODAM Iskandar Muda, POLDA Aceh, Kejaksaan, Universitas-universitas, dan lembaga seperti TVRI, BNN, KNPI, juga dianggap HIBAH kepada pihak ketiga... Padahal, ada banyak pos anggaran di APBA 2015 yang diperuntukkan bagi lembaga-lembaga vertikal tersebut.

Bantuan sarana untuk petani, nelayan, peternak, dsb., misalnya bibit tanaman, traktor, perahu boat, alat pancing, kandang dan bibit ternak seperti kambing, lembu, ayam, ikan lele, ikan nila, dsb., juga dianggap sebagai HIBAH... Karena bantuan-bantuan tersebut akan menjadi milik pihak ketiga (masyarakat), alias tidak menambah aset Pemerintah Provinsi Aceh.

Bahkan, program pembangunan rumah dhuafa bagi rakyat kecil, karena rumah tersebut akan menjadi aset pribadi rakyat, juga dianggap sebagai program HIBAH sekaligus BANSOS, yang harus dikoreksi dalam APBA 2015... Padahal, ada ribuan rumah dhuafa yang akan dibangun di seluruh Aceh tahun 2015 ini.

Selain itu... Anggaran sebesar Rp 60 miliar lebih untuk subsidi listrik bagi rakyat miskin di Aceh yang sudah dianggarkan dalam APBA 2015, juga tidak dibolehkan karena digolongkan sebagai BANSOS kepada pihak ketiga / masyarakat... Selain dianggap BANSOS, program pro-rakyat tersebut juga mengandung duplikasi (panggandaan) dengan program subsidi listrik nasional yang dilakukan Pemerintah Pusat.

Untuk dipahami oleh saudara semuanya...


Bahwa program-program HIBAH & BANSOS yang tercantum di dalam APBA 2015, bukan semuanya diusulkan oleh legislatif (anggota DPRA) lewat program aspirasi, namun juga diusulkan oleh dinas-dinas (eksekutif).


Setiap tahun, dinas-dinas seperti Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Badan Pendidikan Dayah, Badan Pemberdayaan Masyarakat, dan banyak lagi dinas yang lain, selalu membuat program bantuan untuk pihak ketiga / masyarakat... Misalnya pengadaan bibit, pupuk, traktor, obat ternak, perahu nelayan, alat pengolahan hasil bumi, perabot sekolah, seragam sekolah, alat olahraga, kitab, buku, Al-Quran, komputer, dsb.

Disinilah letak dilemanya...


Pada dasarnya... Semua program tersebut bertujuan positif untuk menambah atau meningkatkan sarana umum yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat... Seperti di tingkat gampong, banyak sekali usulan (permohonan) yang diterima oleh anggota DPRA dari para keuchik, seperti untuk kantor, sarana kantor, meunasah, MCK, kuburan, lampu penerangan, saluran air, dsb... Seharusnya program-program seperti itu dimasukkan dalam APBK (Kabupaten / Kota)... Namun, adalah fakta bahwa anggaran kabupaten / kota sangat terbatas, dan banyak yang sengaja "dilemparkan" ke Pemerintah Provinsi.


Adalah sebuah kekeliruan jika yang dipersepsikan oleh publik selama ini bahwa program HIBAH & BANSOS itu seluruhnya diusulkan oleh anggota legislatif lewat program aspirasi mereka... Apabila memang diusulkan oleh anggota dewan, itu pun berdasarkan dari apa yang diminta oleh masyarakat... Cuma, masyarakat kita (bahkan anggota dewan sendiri) banyak yang belum memahami, bahwa sejatinya APBA (anggaran provinsi) hanya dibolehkan untuk program-program yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, dan semaksimal mungkin dianggarkan untuk program-program yang bisa menambah aset Pemerintah Provinsi.

Logika yang disampaikan oleh pihak Kemendagri seperti ini : "Seharusnya setiap uang yang kita belanjakan, akan menambah aset kita. Misalnya kita mengeluarkan uang untuk membeli baju, maka jumlah baju kita bertambah."

Apabila logikanya seperti itu... Maka kita tidak dibolehkan untuk bersedekah... Karena program HIBAH & BANSOS itu bisa kita anggap sebagai sedekah... Baik sedekah untuk Pemerintah Kabupaten / Kota, Pemerintah Gampong, masyarakat petani, nelayan, peternak, kampus-kampus, sekolah-sekolah, yayasan-yayasan, sanggar, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat (Ormas), Organisasi Kemasyarakan dan Pemuda (OKP), dsb.

Jadi, saya terpaksa mohon maaf yang sebesar-besarnya, bagi setiap kelompok masyarakat di seluruh Aceh, baik masyarakat di gampong-gampong yang menginginkan peningkatan sarana gampong mereka, kelompok usaha kecil menengah, kelompok petani, kelompok nelayan, kelompok peternak, kelompok keagamaan, kelompok seni budaya, kelompok sosial, kelompok olahraga, kelompok pemuda, dan sebagainya, yang sudah pernah menyerahkan proposal program kegiatan untuk tahun 2016 mendatang, mungkin terpaksa harus saya tolak.

Sampai hari ini, beberapa yang sudah saya terima proposalnya adalah : pembangunan rumah penampungan anak yatim, mobil ambulan untuk puskesmas-puskesmas, perahu nelayan, mesin-mesin pengolahan kopi, jagung, dsb., benih sayuran, bibit ternak, hand tractor, rehab meunasah, rehab sekolah, pengadaan alat bantu penyandang disabilitas seperti kursi roda, kaki palsu, alat bantu dengar, dsb.

Namun demikian... Kami (DPR Aceh) sangat mengapresiasi Kemendagri Republik Indonesia, yang telah mengundang kami ke Jakarta untuk diberi kesempatan menyampaikan klarifikasi kami terkait APBA 2015, sedangkan provinsi-provinsi lainnya langsung ditolak atau dicoret oleh Kemendagri tanpa ada ruang klarifikasi.

Dari hasil rapat evaluasi di Jakarta, untuk tahun 2015 ini, Pemerintah Pusat masih membolehkan Pemerintah Aceh menganggarkan program HIBAH & BANSOS tersebut, sejauh program-program tersebut tepat sasaran, tepat jumlah, dan bermanfaat bagi rakyat... Dengan catatan --> harus proporsional (tidak terlalu besar), dan harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan wajib, yaitu pendidikan, kesehatan, belanja modal seperti infrastruktur, pemberdayaan perempuan dan anak, lingkungan hidup... Selain itu segala bentuk pemborosan anggaran, baik di eksekutif dan legislatif dikurangi secara signifikan.

Demikian sahabat facebook semua yang saya hormati... Mudah-mudahan dalam waktu 7 hari ke depan, kami (DPRA) akan bekerja keras bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), untuk menyempurnakan lagi struktur APBA 2015... Dan semoga bisa secepatnya disahkan, agar bisa segera dirasakan manfaatnya oleh rakyat Aceh.

Saleum Irwan Djohan
Previous Post Next Post

نموذج الاتصال